Teks
Pembaruan Hukum Dispensasi Kawin Dalam Sistem Hukum di Indonesia
Pembaruan hukum dispensasi kawin dalam sistem hukum di Indonesia ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini diharapkan dapat menekan angka perkawinan anak dengan menaikkan batas umur dispensasi kawin dari umur 16 tahun bagi anak perempuan dan 19 tahun bagi anak laki-laki yang kemudian menjadi sama-sama 19 tahun bagi anak laki-laki dan perempuan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 undang-undang tersebut.
Ironisnya keberhasilan pemerintah dan para aktivis perlindungan perempuan dan anak dalam memperjuangkan kelahiran undang-undang tersebut ternyata belum sesuai dengan ekspektasi. Hal ini karena sejak diubahnya undang-undang tentang perkawinan tersebut, perkara permohonan dispensasi kawin bahkan meningkat dengan tajam. Pada tahun 2017 terdapat 13.095 perkara, tahun 2018 sebanyak 13.815 perkara, kemudian tahun 2019 sebanyak 24.864 perkara, selanjutnya pada tahun 2020 tercatat sebanyak 64.000 perkara. UNICEF memperkirakan bahwa perkara dispensasi kawin akan meningkat 2.000.000 (dua juta) perkara setiap tahun jika semua orangtua di Indonesia tunduk pada undang-undang ini.
Berbeda dengan pendapat di atas, banyak kalangan yang beropini bahwa meningkatnya angka dispensasi kawin semata-mata bukanlah disebabkan oleh perubahan undang-undang perkawinan tersebut, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain. Misalnya, terjadinya pandemik Covid-19 yang telah mengubah banyak tatanan kehidupan umat manusia di seluruh dunia, sehingga lahir pula istilah new normal. Di antaranya mengguncang kehidupan ekonomi yang melahirkan kemiskinan baru serta banyak anak-anak yang putus sekolah, baik karena tidak support terhadap pembelajaran secara daring maupun karena alasan tidak ada biaya, hal-hal tersebut merupakan faktor utama yang mendorong terjadinya perkawinan anak. Atas dasar itu, negara telah melakukan beberapa langkah penting dalam mengefektifkan undang-undang ini termasuk Mahkamah Agung. Banyak kalangan mengapresiasi langkah Mahkamah Agung dengan melahirkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, hanya satu bulan setelah perubahan Undang-Undang Perkawinan.
Buku yang sudah ditunggu banyak pembaca ini menganalisis dengan tajam dan holistik terkait pembaruan hukum dispensasi kawin dalam sistem hukum di Indonesia. Pembaruan tersebut tidak saja mengatur tentang batasan umur, akan tetapi lebih dari itu juga mengubah berbagai sistem, termasuk tata cara persidangan yang mengubah wajah peradilan Indonesia yang ramah dan peduli anak. Misalnya dalam persidangan dispensasi kawin diatur dalam hakim tunggal, hakim dan panitera sidang tidak memakai atribut persidangan, banyaknya pihak-pihak yang dilibatkan, serta berbagai hal penting lainnya yang diungkap dalam buku.
Tidak tersedia versi lain